Aksi Nyata Hadapi Perubahan Iklim Berbasis Agama

JAKARTA, SIMBUR – Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis atau Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia menggelar Konferensi Nasional IRI 2024. Adapu tema yang diusung yakni “Kerangka Pentahelix dalam Penanganan Penggundulan Hutan Tropis dan Perubahan Iklim Berbasis Agama”. Kegiatan digelar secara hibrida (luring dan daring) di Jakarta pada Sabtu (14/9).

Dr. Hayu Prabowo sebagai National Facilitator IRI Indonesia menyatakan bahwa konferensi tahunan IRI kedua ini melibatkan lima pemangku kepentingan utama (pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat sipil, dan media) untuk mengatasi penggundulan hutan tropis dan perubahan iklim.

“Sebanyak 49 abstrak diterima, menunjukkan peningkatan minat terhadap peran agama dalam perlindungan hutan. Konferensi ini mendorong kolaborasi sains dan agama untuk solusi lingkungan yang holistik,” kata Hayu.

Menurutnya, organisasi berbasis agama memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan hidup. Kekuatan moral dan spiritual mereka dapat menggerakkan masyarakat untuk melestarikan hutan tropis, paru-paru dunia dan kunci dalam mengatasi perubahan iklim.

Untuk itu, Hayu berharap melalui pendekatan pentahelix, sebuah kerangka kerja kolaboratif yang melibatkan lima elemen kunci, dapat mengintegrasikan berbagai perspektif dan sumber daya untuk mencapai solusi yang holistik dan berkelanjutan dalam menjaga hutan tropis.

KH. Cholil Nafis, PhD, Ketua MUI Bidang Dakwah menyampaikan dalam pidato kunci pada pembukaan konferensi bahwa tanggung jawab ulama dalam menghadapi perubahan iklim. Menurutnya, ulama memiliki peran penting dalam mengedukasi umat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan mencegah perubahan iklim.

“Ajaran agama dapat menjadi landasan untuk mendorong perilaku ramah lingkungan dan perubahan gaya hidup. MUI telah mengeluarkan fatwa-fatwa terkait pelestarian lingkungan dan meluncurkan program ecoMasjid untuk mendorong aksi nyata dalam menghadapi perubahan iklim,” ujar Cholil.

Rangkaian kegiatan konferensi nasional IRI ini diawali seminar dengan menghadirkan dua narasumber ahli, yakni Dr. Mego Pinandito, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, BRIN dan Doddy S. Sukadri, Ph.D., Senior Advisor at the Institute for Sustainable Earth Resources (I-SER), Universitas Indonesia.

Selanjutnya pemaparan presentasi Abstrak dari karya-karya ilmiah terpilih yang sesuai dengan enam sub-tema yang ditentukan IRI dalam mengeksplorasi kerangka pentahelix, pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat sipil, dan media, sebagai cara untuk mengatasi deforestasi dan perubahan iklim berbasis agama.

Dr. Mego Pinandito, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan pentingnya kerangka pentahelix (pemerintah, akademisi, bisnis, masyarakat, dan media) yang diintegrasikan dengan nilai-nilai agama dalam menangani penggundulan hutan tropis dan perubahan iklim.

“Kolaborasi multi-sektor ini bertujuan untuk mengatasi penyebab deforestasi yang kompleks dan melibatkan peran agama dalam mendorong perilaku ramah lingkungan,” kata Mego.

Doddy Sukadri, PhD, Sr. Advisor the Institute for Sustainable Resources (I-SER), Universitas Indonesia menyampaikan bahwa deforestasi dan perubahan iklim di Indonesia merupakan krisis besar yang penyelesaiannya membutuhkan kontribusi semua pihak. “Bukan hanya pemerintah, tetapi kita semua perlu bertindak dengan menumbuhkan kesadaran, meningkatkan pemahaman, dan menerapkan penanggulangannya,” ujarnya.

Doddy menambahkan, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 dengan berbagai strategi, termasuk penggunaan energi terbarukan dan penghentian deforestasi. Presentasi ini juga menyoroti pentingnya peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim dan dampak negatif deforestasi, terutama pada lahan gambut. (red/rel)