Jadi Saksi Kasus Korupsi Unit Sekolah Baru, Eks Kadisdik Sumsel Banyak Tidak Tahu

PALEMBANG, SIMBUR – Eks Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel Riza Fahlevi MM, akhirnya dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi. Terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek unit sekolah baru (USB), SMAN Buay Pemanca, tahun 2022 sebesar Rp 2 miliar 247 juta lebih menelan kerugian Rp 719 juta.

Persidangan diketuai majelis hakim Pitriadi SH MH didampingi Wahyu Agus Susanto SH MH, Senin (12/8/24) pukul 14.30 WIB, di Pengadilan Negeri Palembang kelas IA khusus.

Terdakwa JEP sebagai Kabid SMA Diknas Sumsel dan PPK. Terdakwa Indra SE sebagai penyedia jasa konstruksi. Serta terdakwa Adi Saputra ST sebagai konsultan perencana pengawas. Ketiga terdakwa hadir langsung dengan didampingi tim kuasa hukumnya.

Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari OKU Selatan Bob SH pertama, menggali keterangan saksi Yudi, selaku karyawan kontrak di CV Draf karya, mengatakan
saat membuat gambar bangunan sekolah, mengaku tidak terjun ke lokasi. Selanjutnya gambar diserahkan ke Adi Saputra (kontraktor).

Keterangan kedua, dari saksi Iskandar selaku bendahara bidang SMA Diknas Sumsel, terkait pencairan, ada 4 tahap, untuk nilai pencairan nilainya saksi mengaku kurang ingat. Nanun tidak ada CCO, dan kalau ada CCO pasti berbeda jumlah pembayarannya.

Berikutnya saksi Riza Fahlevi sebagai Kepala Dinas Pendidikan Sumsel terakhir menjabat tahun 2023, dan pengguna anggaran (PA) dalam proyek sekolah baru ini.

JPU mempertanyakan bahwa sebagai Kadisdik, apakah membawa pagu anggaran proyek USB ke DPRD Sumsel dan Banggar? dan kenapa nilai pagun aggarannya Rp 2,3 miliar?

“Saya tidak tahu itu, secara teknis. Karena sudah ada KPA dan PPK. Sampai dengan pemenangan pun saya tidak tahu. Seharusnya, memang ada laporan, tapi tidak ada laporan dati PPK dan PPTK. Saya juga tidak menanyakan kegiatan itu,” kata Riza.

Perihal SK Gubernur sendiri, Riza mengatakan, saat itu Kabid SMA Masherdata, sudah mengajukan pengunduran diri. Namun yang disetujui pengunduran hanya sebagai PPK, tidak jabatan Kabid SMA dan masih berlanjut. Barulah bulan Oktober JEP menjabat sebagai Kabid SMA,” kata Riza kepada JPU.

Advokat Hapis Muslim SH mempertanyakan saksi Riza Fahlevi, dimana saksi mengatakan kurang tahu terhadap proyek sekolah baru ini, tapi ada tim yang menyusun?

“Jadi bulan April proposal USB masuk, saya langsung disposisi ke bidang masing – masing. Saat itu kabid SMA masih Masherdata,” ujar Riza.

Advokat Marulam Simbolon SH giliran menggali keterangan saksi Riza Fahlevi, dalam struktuk Disdik itu ada Kabid SMA, Kabid PKL dan Kabid SMK dibawahnya Kasi lalu staf. Kalau staf melakukan kesalahan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini? bahwa terdakwa JEP diduga melakukan kesalahan, apakah Kepala Dinas Pendidikan juga punya tanggung jawab?

“Tidak ada, karena sudah saya kuasakan sepenuhnya ke KPA, baik secara teknis,” cetus Riza.

“Terkait SK yang diterbitkan tanggal 18 Maret 2022, untuk pengangkatan Masherdata sebagai KPA dan Nasrul sebagai PPTK?” timpal Marulam.

“Nasrul PPK pertama, Kabid SMA masih
Masherdata. Pembinaan saya lakukan untuk semua proyek dari sebelum dimulai, secara menyeluruh, tidak ada yang spesial,” terang Riza.

Baik saksi Yudi, saksi Iskandar serta saksi Riza Fahlevi, ketiganya saat ditanya Marulam apakah tahu dan mengetahui kalau terdakwa JEP menerima uang dari proyek USB ini?

Ketiga saksi menyatakan, tidak melihat dan tidak tahu. Terkait aliran uang tersebut.

Saksi Iskandar, selanjutnya menegaskan bahwa tidak ada CCO di bulan Oktober 2022, seharusnya berkas itu ditampilkan, diringkasan kontraknya tidak ada CCO. Kata saksi Iskandar, baik kepada kuasa hukum kontraktor AS dan kuasa hukum Indra konsultan pengawas.

Riza Fahlevi kembali mengatakan, bila
pekerjaan USB ini ia mengetahuinya, namun saat ada masalah tidak tahu, sebenarnya wajib diberi tahu. “Saya tahunya saat ada pemeriksaan reguler dari BPK. Dan kalau ada perubahan harus dilaporkan ke KPA,” ujar saksi.

Hakim Waslam Maksid mempertanyakan SK Gubernur, saksi Riza Fahlevi mengatakan Kabid SMA yang lama Masherdata telah mengundurkan diri. Sampai terjadinya proyek ini bermasalah,
Riza mengatakan telah menguasakan sepenuhnya semua kepada KPA, kepada JEP. Surat SK Gubernur turun, baru memberikan kuasa ke JEP.

Pitriadi sendiri menegaskan sejak awal proyek ini dikerjakan secara sembrono semua, seperti gambar sekolah, awalnya tidak ada kemiringan. Tapi sewaktu pengerjaan, ada kemiringan. Makanya itu harus dibuat CCO.

“Masalahnya ada CCO ini atau tidak? tapi CCO tidak disertakan dalam pengajuan pencairan? Jadi CCO ini dari mana kita bingung? harus dilampirkan dalam pengajuan pembayaran,” timbang ketua majelis hakim.

“Tidak ada CCO itu dalam proses pencairan itu yang mulia,” tegas saksi Iskandar.

Terakhir giliran kontraktor terdakwa
Adi Saputra, mempertanyakan soal laporan BPK terkait temuan adanya potensi pidana. “Tanggal 18 Maret, saya melunasi saat ditagih BPK. Temuan dan setornya Rp 73 juta kepada BPK,” kata terdakwa Adi.

“Saya tidak tahu soal itu,” tukas Riza Fahlevi. (nrd)