Ketidakseimbangan Kekuatan dengan Platform Digital Raksasa Memungkinkan Media Kecil Bersatu

MEDAN, SIMBUR – Hari Pers Nasional 2023 di Medan Sumatera Utara semakin meriah dengan berbagai acara mulai dari seminar, dialog interaktif juga temu media dengan sejumlah pejabat teras di kota Medan atau tokoh pers senior.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal Sembiring Depari dalam Seminar Internasional bertajuk ‘Media Massa yang Berkelanjutan dalam Tantangan Digitalisasi Platform Global’ di Hotel Grand Mercure, Medan, Selasa (7/2/2023) mengatakan, tak ada sector yang bisa menghindar dari transformasi digital.

Menurut Atal yang juga menjabat sebagai Presiden CAJ (Confederation ASEAN Journalist) sejak Oktober 2022, sector media dan profesi wartawan termasuk yang mesti mempersiapkan diri menerima kebaikan dan juga mengantisipasi keburukan dari kehadiran media-media sosial seperti Facebook, Google, Amazon, Apple, Alibaba, Twitter dan lainnya.

“Teknologi digital menghadirkan kemungkinan-kemungkinan baru yang menggiurkan untuk memproduksi konten, menciptakan interaksi dan menjangkau khalayak secara lebih intens. Penting untuk dipikirkan bagaimana agar penerbit atau pengelola media tak sepenuhnya tergantung pada platform digital. Penerbit seharusnya tak cuma mengandalkan Kerjasama dengan platform digital dalam mendistribusikan konten, meraih pendapatan dan mengelola data pengguna,” ujar Atal saat membuka seminar internasional pertama dalam rangkaian HPN 2023, Selasa (7/2/2023).

Sementara itu Usman Kansong yang merupakan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, hadir sebagai keynote speech mewakili Menteri Komunikasi dan Informatika yang berhalangan. Senada dengan Atal, Usman Kansong pun berharap seminar internasional yang digelar lewat kolaborasi CAJ, PWI, dan BBC Media Action serta sejumlah pakar terkait sebagai pembicara, mampu menghadirkan solusi dari problem dari Kerjasama yang timpang antara pengelola media dan platform digital.

Seminar berjalan menarik dengan sejumlah pembicara top dari beragam latar belakang. Ada Rod Sims dari Universitas Nasional Australia, Agus Sudibyo, Anggota Dewan Pers yang juga menginisiasi regulasi pengelolaan media di Indonesia.

Llau ada juga Nelson Yap, anggota Australian Press Council yang juga Publisher & Editor of Australian Property Journal yang tergabung dalam LINA Australia. Juga Dahlan Dahi, CEO Tribun Network. Semua pemateri begitu gamblang dan lugas dalam menyampaikan materinya dengan dipandu oleh Moderator cerdas, Christiana Chelsia Chan yang juga merupakan Sekjen dari CAJ.

Nelson Yap mengemukakan soal bagaimana posisi tawar yang benar oleh pengelola media ke platform digital yang ketika itu diperkenal kan langsung oleh Pemerintah Australia. Nelson juga memaparkan bagaimana situasi dan kondisi media pers di Australia yang awalnya mengalami kurang menyenangkan dan mengalami ketimpangan. Apalagi jika melihat di antara mereka yang tak dilirik platform besar seperti Google atau Facebook. Nelson benar-benar mengalami pengalaman itu.

“Sebagai penerbit media kecil tentu kami mengalami bagaimana kami tak dianggap platform global seperti google dan facebook. Meskipun tergabung di Public Interest Publishers Alliance (PIPA) yang diperkenalkan pemerintah Australia dengan bargaining code bekerja sama dengan platform digital, tapi kenyataannya mereka hanya melirik media-media besar seperti News Ltd, Nine, Seven West Media, ABC dan beberapa grup media menengah terpilih,” jelas Nelson.

Platform digital itu tak tertarik dan tak merespon komunikasi dengan mereka yang merupakan media kecil. “Kemudian The ACCC di bawah kepemimpinan Rod Sims memperkenalkan ketidakseimbangan kekuatan antara platform digital raksasa dan media kecil dan memungkinkan untuk bersatu,” beber Nelson lagi.

Sementara Agus Sudibyo mengatakan, pemilik media tak bisa berjalan tanpa platform digital. Sebab jika diperhatikan sampai 80 persen google dan facebook mengontrol pemberitaan, juga iklan. “Penerbit dan pengelola media harus bernegosiasi dengan google dan facebook karena memang merupakan platform digital. Mereka harus membantu anggotanya bagaimana mempersiapkan diri agar media di Indonesia memiliki peluang, bagaimana menuntut Google, FB agar berita yang dihasilkan media ada nilai beritanya,” tutur Agus.

Dahlan Dahi pun menyatakan hal serupa dengan Agus dan Nelson. Menurutnya, CEO Tribun Network ini yang terpenting saat ini adalah bagaimana media mampu dan harus cerdas mengembangkan teknologi digital. “Kita semua tahu ada banyak model sosial media seperti facebook, twitter, youtube dan masih banyak lagi. Terpenting bagaimana media mampu memanfaatkannya agar ekosistem media bisa terus berkembang,” kata Dahlan.

Salah satu perwakilan Dubes Asing dari Polandia, Karolina Ionescu yang juga mengikuti jalannya seminar internasional ini mengatakan gembira bisa mengambil bagian di seminar yang menambah wawasan berpikirnya soal media dan segala tuntutannya. “Sejauh ini saya bisa mengerti dan itu menambah wawasan saya soal industri media yang ternyata ikut terganggu dengan kehadiran media sosial. Tapi, senang sekali mendengar media terus survive untuk mendapat solusinya,” tutur Karolina dengan bahasa Inggris fasih.(red)