- Pangdam II/Sriwijaya Ikuti Rakor Virtual Tingkat Menteri soal Peluncuran Desk Koordinasi Penanganan Karhutla dan Perlindungan PMI-TPPO
- Perkuat Keamanan dan Pembinaan, Kodim 0415/Jambi Jalin Sinergi dengan Lapas Kelas IIB Muara Bulian
- Petik Berkah Ramadan, Korem 043/Gatam Berbagi Takjil Gratis untuk Masyarakat
- Cuaca Ekstrem Berpotensi Bencana, Sumsel Dilanda Hujan Deras hingga Jelang Lebaran
- Jaksa KPK Ragukan Keterangan Berbeda dari Terdakwa Kontraktor
BPS Sumsel dan Disbudpar Beda Tafsirkan Wisman
PALEMBANG, SIMBURNEWS – Data jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Sumatera Selatan (Sumsel) mengalami perbedaan antara data dari Pusat Badan Statistik (BPS) Sumsel dan Pemerintah Daerah (pemda) dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan interpretasi kedua belah pihak terhadap wisman.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, Yos Rusdiansyah, jika interpretasi BPS terhadap wisman adalah wisatawan asing yang langsung masuk ke Sumsel atau biasa disebut direct flight (penerbangan langsung). Jadi apabila ada tamu dari Malaysia atau negara lainnya yang langsung mendarat di bandara Sultan Mahmud Badarudin (SMB) II, itu tercatat (di data BPS) sebagai wisman.
“Yang menjadi perbedaan kalau ada wisatawan yang datang ke Sumsel tetapi tidak langsung mendarat di SMB II, melainkan melalui dari daerah lain seperti Jakarta atau Medan. Jadi, catatan kami yang namanya wisman adalah wisatawan yang pertama kali mendarat dari luar negeri (negara asal) ke negara tujuan, itulah yang disebut sebagai wisman,” jelasnya saat dikonfirmasi Simbur, Minggu (17/12).
Terkait adanya perbedaan antara data dari BPS dan pemerintah daerah (pemda), kata Yos, memang harus disinkronkan antara data-data yang ada agar bisa menjadi satu data, sehingga mudah bagi pihak lain untuk menggunakannya. Datanya tidak salah dan sama-sama bisa dimanfaatkan. Hanya disarankan kepada para analis supaya berhati-hati dalam menterjemahkan itu (penafsiran wisman). Tetapi lanjutnya, kedua data yang ada sama-sama bisa dipakai.
“Harapan kami, jelang Asian Games (AG) 2018 di Palembang diupayakan akan ada direct flight (DF) yang baru (penambahan). Mungkin (pemda) bisa meminta izin ke Kementerian Perhubungan agar dibuka DF yang baru dari negara lain ke SMB II. AG bisa dijadikan peluang untuk membuka DF baru di SMB II karena ada kepentingan negara pada event itu,” ujarnya.
Ditambahkan Yos, selama ini BPS Sumsel selalu membangun komunikasi dengan pihak Imigrasi Sumsel, dan diharapkan ke depan koordinasi akan semakin baik. “Kemarin juga ada pertemuan (dialog) dengan pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel tetapi baru satu kali. Ke depannya diharapkan harus lebih sering lagi (dialog) supaya bisa memantapkan data-datanya (terintegrasi),” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Disbudpar Sumsel, Irene Camelyn Sinaga menjelaskan bahwa target wisatawan di Sumsel jika dilihat dari target RPJMD Sumsel 2017 sampai 2018, itu sudah tercapai. Saat ini justru Sumsel membantu target nasional yang menargetkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 20 juta orang. Maka, untuk 2019, Sumsel menargetkan bisa menarik wisman lebih dari itu.
Diakui Irene, pada triwulan terakhir menurut data dari BPS, wisman di Sumsel mengalami penurunan. Hanya saja, data BPS itu berdasarkan DF saja sehingga berbeda dengan data dari Disbudpar. “Kalau hanya data itu, saya pikir banyak pihak yang bisa membuat karena tinggal meminta data primer dari pihak imigrasi. Namun, kami tetap menghormati BPS karena mereka memiliki metodologi sendiri,” ucapnya usai membuka karnaval budaya di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Sabtu (16/12).
Menurut Irene, hal yang perlu dipertanyakan adalah apakah kita (lebih) memerlukan angka (data primer) atau memerlukan jumlah orang (wisman) yang datang dan menghabiskan uang (bertransaksi) di Sumsel. “Sumsel memiliki sekitar 13 connecting flight tetapi itu tidak dihitung sebagai wisman. Sebagai contoh sewaktu gerhana matahari, banyak wisman ke Palembang hanya saja mereka melalui Medan,” ujarnya.
Menurut dia, selama masih menggunakan data dari DF maka Sumsel akan terus berada di bawah sebelum ditambahkan DF. “Sampai saat ini Sumsel hanya memiliki dua DF (Singapura dan Malaysia),” tambahnya. (mrf)