Lima Komisioner KPU Palembang Divonis Bersalah, Pengacara Ajukan Banding meski Jaksa Pikir-pikir

PALEMBANG, SIMBUR – Sidang maraton yang digelar Pengadilan Negeri Palembang Klas 1A-Khusus terkait kasus pidana pemilu ternyata belum mencapai klimaksnya. Kelima komisioner KPU Palembang yang didakwa melanggar pasal Pasal 554 UU 7/2017  juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Melalui penasihat hukumnya, dipastikan akan mengajukan banding atas vonis majelis hakim, Jumat, (12/7).

Ketua Tim Penasihat Hukum KPU Palembang, Rusli Bastari memastikan jika kelima kliennya menyatakan banding.  Dalam tiga hari pihaknya akan menyiapkan memori banding untuk disampaikan ke Pengadilan Tinggi. “Atas keputusan ini (vonis) kami nyatakan banding. Kelima-limanya nyatakan banding (dan) akan kami uji kembali di pengadilan tinggi (PT). Soal barkas banding, dalam tiga hari kami harus sertakan dan harus langsung bikin memorinya. Nanti dulu ambil keputusan, (karena) keputusan belum ada kan,” tegasnya.

Terkait pembelaan dari penasihat hukum dan terdakwa yang tidak diterima majelis hakim, Rusli menganggap hal tersebut adalah hak majelis hakim. Putusan tersebut akan kembali diuji di PT. “Itukan hak hakim untuk menerima atau tidak. Tapi kan saat tahapan (banding) untuk menguji keputusan pengadilan. Pengadilan tinggi adalah tempat terakhir untuk kasus ini selama tidak ada kasasi,” jelasnya seraya menegaskan jika kliennya belum bisa dinyatakan sebagai terpidana.

“Belum, belum terpidana. Belum inkrah. Kalau memang itu sudah putusan pengadilan tinggi, ya baru inkrah. Kalau pengacara harus optimis, tetap optimis (bebas),” selanya seray menambahkan akan membaca putusan majelis hakim untuk mengetahui alasan mengapa justru yang dikenakan adalah Pasal 554 UU 7/2017  juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mengenai banding terdakwa, tim jaksa penuntut umum (JPU) yang diwakili Ursula Dewi, mengaku jika pihaknya akan menunggu petunjuk dari pimpinan. “Mereka langsung menyatakan banding. Sikap jaksa apabila terdakwa menyatakan banding, memang kami harus berpikir-pikir dulu untuk meminta petunjuk pimpinan,” ungkapnya.

Dikatakan, bahwa terdakwa telah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 554 UU 7/2017 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dimana pidana penjaranya enam bulan dengan masa percobaan satu tahun dan denda sebesar Rp 10 juta subsider satu bulan penjara. “Barang bukti juga sama dengan seperti tuntutan kami. Vonis semua sama (tuntutan) hanya penerapan pasalnya yang berbeda,” lanjutnya.

Terkait pasal yang berbeda dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim, Ursula Dewi memastikan tidak ada masalah dengan keputusan tersebut. Pasalnya, JPU meyakini jika majelis hakim memiliki pertimbangan lain dengan keputusan yang telah dibacakan.

“Itu pertimbangan hakim. Majelis hakim menilai bahwa subjek hukum dalam kasus ini adalah penyelenggara pemilu. Seperti itu tidak masalah untuk kami. Kami membuktikan Pasal 510 apa yang menurut kami terbukti di persidangan. Ternyata majelis hakim memiliki pertimbangan lain,” ujarnya.

Tetapi pada intinya, lanjut Ursula Dewi, apa yang dipertimbangkan majelis hakim semuanya sama seperti tuntutan JPU, hanya pasal yang dibuktikan berbeda dengan subjek hukum. “Majelis hakim lebih ke pasal yang pemberatan yaitu penyelenggara Pemilu. Kalau kemarin kami tidak pada pemberatan, hanya pada subjek hukumnya setiap orang,” kata Ursula Dewi.

Sementara, Ketua KPU Palembang, Eftiyani enggan berkomentar banyak usai dirinya dan empat rekan kerjanya divonis bersalah oleh majelis hakim. “Tidak ada komentar. Upaya banding, kami serahkan dengan pengacara. Kan (masih) banding, (kami) tentu belum diterima kan (vonis),” pungkasnya.

Diketahui, oleh majelis hakim, lima komisioner KPU Palembang dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Pemilu yang mengakibatkan masyarakat kehilangan hak pilihnya sesuai dengan Pasal 554 UU 7/2017 Tentang Pemilu juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada sidang pembacaan pembelaan, sempat dalam suasana haru, karena salah satu terdakwa terlihat membacakan pembelaannya dengan suara bergetar dan menahan isak tangis. Bahkan, yang bersangkutan sempat menghentikan pembelaannya karena haru dengan apa yang saat ini dihadapinya. (dfn)